Subang adalah sebuah kecamatan yang merupakan ibukota kabupaten Subang,Lokasi Kabupaten Subang berdasarkan informasi dari web resmi kabupaten subang yang di tulis dalam artikel wikipedia indonesia,sebagai kawasan utara pada Provinsi Jawa Barat yang memiliki luas wilayah 205.176,95 ha atau 6,34 % luas Provinsi Jawa Barat,Wilayah ini terletak 107º 31′ sampai dengan 107º 54′ Bujur Timur dan 6º 11′ sampai dengan 6º 49′ Lintang Selatan.
Secara administratif wilayah kabupaten subang terdiri dari 253 desa dan kelurahan yang tergabung pada 22 Kecamatan .Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Subang Nomor 3 Tahun 2007 tentang
Pembentukan Wilayah Kerja Camat, jumlah kecamatan bertambah menjadi 30
kecamatan.
Sejarah Kabupaten Subang
Prasejarah Bukti adanya kelompok masyarakat pada masa
prasejarah di wilayah Kabupaten Subang adalah ditemukannya kapak batu di
daerah Bojongkeding (Binong), Pagaden, Kalijati dan Dayeuhkolot
(Sagalaherang). Temuan benda-benda prasejarah bercorak neolitikum ini
menandakan bahwa saat itu di wilayah Kabupaten Subang sekarang sudah ada
kelompok masyarakat yang hidup dari sektor pertanian dengan pola sangat
sederhana. Selain itu, dalam periode prasejarah juga berkembang pula
pola kebudayaan perunggu yang ditandai dengan penemuan situs di Kampung
Engkel, Sagalaherang.
Hindu Pada saat berkembangnya corak kebudayaan Hindu, wilayah
Kabupaten Subang menjadi bagian dari 3 kerajaan, yakni Tarumanagara,
Galuh, dan Pajajaran. Selama berkuasanya 3 kerajaan tersebut, dari
wilayah Kabupaten Subang diperkirakan sudah ada kontak-kontek dengan
beberapa kerajaan maritim hingga di luar kawasan Nusantara. Peninggalan
berupa pecahan-pecahan keramik asal Cina di Patenggeng (Kalijati)
membuktikan bahwa selama abad ke-7 hingga abad ke-15 sudah terjalin
kontak perdagangan dengan wilayah yang jauh. Sumber lain menyebutkan
bahwa pada masa tersebut, wilayah Subang berada di bawah kekuasaan
Kerajaan Sunda. Kesaksian Tome’ Pires seorang Portugis yang mengadakan
perjalanan keliling Nusantara menyebutkan bahwa saat menelusuri pantai
utara Jawa, kawasan sebelah timur Sungai Cimanuk hingga Banten adalah
wilayah kerajaan Sunda.
Islam Masa datangnya pengaruh kebudayaan Islam di wilayah
Subang tidak terlepas dari peran seorang tokoh ulama, Wangsa Goparana
yang berasal dari Talaga, Majalengka. Sekitar tahun 1530, Wangsa
Goparana membuka permukiman baru di Sagalaherang dan menyebarkan agama
Islam ke berbagai pelosok Subang.
Kolonialisme Pasca runtuhnya kerajaan Pajajaran, wilayah
Subang seperti halnya wilayah lain di P. Jawa, menjadi rebutan berbagai
kekuatan. Tercatat kerajaan Banten, Mataram, Sumedanglarang, VOC,
Inggris, dan Kerajaan Belanda berupaya menanamkan pengaruh di daerah
yang cocok untuk dijadikan kawasan perkebunan serta strategis untuk
menjangkau Batavia. Pada saat konflik Mataram-VOC, wilayah
Kabupaten
Subang, terutama di kawasan utara, dijadikan jalur logistik bagi pasukan
Sultan Agung yang akan menyerang Batavia. Saat itulah terjadi
percampuran budaya antara Jawa dengan Sunda, karena banyak tentara
Sultan Agung yang urung kembali ke Mataram dan menetap di wilayah
Subang. Tahun 1771, saat berada di bawah kekuasaan Kerajaan
Sumedanglarang, di Subang, tepatnya di Pagaden, Pamanukan, dan Ciasem
tercatat seorang bupati yang memerintah secara turun-temurun. Saat
pemerintahan Sir Thomas Stamford Raffles (1811-1816) konsesi penguasaan
lahan wilayah Subang diberikan kepada swasta Eropa. Tahun 1812 tercatat
sebagai awal kepemilikan lahan oleh tuan-tuan tanah yang selanjutnya
membentuk perusahaan perkebunan Pamanoekan en Tjiasemlanden (P & T
Lands). Penguasaan lahan yang luas ini bertahan sekalipun kekuasaan
sudah beralih ke tangan pemerintah Kerajaan Belanda. Lahan yang dikuasai
penguasa perkebunan saat itu mencapai 212.900 ha. dengan hak eigendom.
Untuk melaksanakan pemerintahan di daerah ini, pemerintah Belanda
membentuk distrik-distrik yang membawahi onderdistrik. Saat itu, wilayah
Subang berada di bawah pimpinan seorang kontrilor BB (bienenlandsch
bestuur) yang berkedudukan di Subang.
Nasionalisme Tidak banyak catatan sejarah pergerakan pada awal
abad ke-20 di Kabupaten Subang. Namun demikian, Setelah Kongres Sarekat
Islam di bandung tahun 1916 di Subang berdiri cabang organisasi Sarekat
Islam di Desa Pringkasap (Pabuaran) dan di Sukamandi (Ciasem).
Selanjutnya, pada tahun 1928 berdiri Paguyuban Pasundan yang diketuai
Darmodiharjo (karyawan kantor pos), dengan sekretarisnya Odeng
Jayawisastra (karyawan P & T Lands). Tahun 1930, Odeng Jayawisastra
dan rekan-rekannya mengadakan pemogokan di percetakan P & T Lands
yang mengakibatkan aktivitas percetakan tersebut lumpuh untuk beberapa
saat. Akibatnya Odeng Jayawisastra dipecat sebagai karyawan P & T
Lands. Selanjutnya Odeng Jayawisastra dan Tohari mendirikan cabang
Partai Nasional Indonesia yang berkedudukan di Subang. Sementara itu,
Darmodiharjo tahun 1935 mendirikan cabang Nahdlatul Ulama yang diikuti
oleh cabang Parindra dan Partindo di Subang. Saat Gabungan Politik
Indonesia (GAPI) di Jakarta menuntut Indonesia berparlemen, di Bioskop
Sukamandi digelar rapat akbar GAPI Cabang Subang untuk mengenukakan
tuntutan serupa dengan GAPI Pusat.
Jepang Pendaratan tentara angkatan laut Jepang di pantai
Eretan Timur tanggal 1 Maret 1942 berlanjut dengan direbutnya pangkalan
udara Kalijati. Direbutnya pangkalan ini menjadi catatan tersendiri bagi
sejarah pemerintahan Hindia Belanda, karena tak lama kemudian terjadi
kapitulasi dari tentara Hindia Belanda kepada tentara Jepang. Dengan
demikian, Hindia Belanda di Nusantara serta merta jatuh ke tangan
tentara pendudukan Jepang. Para pejuang pada masa pendudukan Belanda
melanjutkan perjuangan melalui gerakan bawah tanah. Pada masa pendudukan
Jepang ini Sukandi (guru Landschbouw), R. Kartawiguna, dan Sasmita
ditangkap dan dibunuh tentara Jepang.
Merdeka Proklamasi Kemerdekaan RI di Jakarta berimbas pada
didirikannya berbagai badan perjuangan di Subang, antara lain Badan
Keamanan Rakyat (BKR), API, Pesindo, Lasykar Uruh, dan lain-lain, banyak
di antara anggota badan perjuangan ini yang kemudian menjadi anggota
TNI. Saat tentara KNIL kembali menduduki Bandung, para pejuang di Subang
menghadapinya melalui dua front, yakni front selatan (Lembang) dan
front barat (Gunung Putri dan Bekasi). Tahun 1946, Karesidenan Jakarta
berkedudukan di Subang. Pemilihan wilayah ini tentunya didasarkan atas
pertimbangan strategi perjuangan. Residen pertama adalah Sewaka yang
kemudian menjadi Gubernur Jawa Barat. Kemudian Kusnaeni menggantikannya.
Bulan Desember 1946 diangkat Kosasih Purwanegara, tanpa pencabutan
Kusnaeni dari jabatannya. Tak lama kemudian diangkat pula Mukmin sebagai
wakil residen. Pada masa gerilya selama Agresi Militer Belanda I,
residen tak pernah jauh meninggalkan Subang, sesuai dengan garis komando
pusat. Bersama para pejuang, saat itu residen bermukim di daerah
Songgom, Surian, dan Cimenteng. Tanggal 26 Oktober 1947 Residen Kosasih
Purwanagara meninggalkan Subang dan pejabat Residen Mukmin yang
meninggalkan Purwakarta tanggal 6 Februari 1948 tidak pernah mengirim
berita ke wilayah perjuangannya. Hal ini mendorong diadakannya rapat
pada tanggal 5 April 1948 di Cimanggu, Desa Cimenteng. Di bawah pimpinan
Karlan, rapat memutuskan : 1.Wakil Residen Mukmin ditunjuk menjadi
Residen yang berkedudukan di daerah gerilya Purwakarta. 2.Wilayah
Karawang Timur menjadi Kabupaten Karawang Timur dengan bupati pertamanya
Danta Gandawikarma. 3.Wilayah Karawang Barat menjadi Kabupaten Karawang
Barat dengan bupati pertamanya Syafei. Wilayah Kabupaten Karawang Timur
adalah wilayah Kabupaten Subang dan Kabupaten Purwakarta sekarang. Saat
itu, kedua wilayah tersebut bernama Kabupaten Purwakarta dengan
ibukotanya Subang. Penetapan nama Kabupaten Karawang Timur pada tanggal 5
April 1948 dijadikan momentum untuk kelahiran Kabupaten Subang yang
kemudian ditetapkan melalui Keputusan DPRD No. : 01/SK/DPRD/1977.
- Kunjungi juga air terjun atau curug
No comments:
Post a Comment